PROPOSAL
HOME SCHOOLING SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN ALTERNATIF BAGI MASYARAKAT
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
adalah hak setiap manusia yang hidup di dunia ini. Pendidikan disamping sebagai
proses transfer pengetahuan, juga berfungsi sebagai sarana transformasi dan
regenerasi kehidupan sosial. Setiap Negara maupun propinsi memiliki sistem
pendidikan yang berbeda-beda, bahkan di daerah maupun komunitas tertinggal yang
tidak mempunyai lembaga pendidikan formal pun memiliki sistem pendidikan
tersendiri sebagai proses transformasi pengetahuan dan kebudayaan. Setiap anak
manusia dilahirkan di dalam suatu habitus kebudayaan dalam masyarakat lokalnya.
Masyarakat lokal berdasarkan tradisi mempunyai mekanisme di dalam mendidik
calon anggotanya (Tilaar, 2005: 113). Sistem pendidikan tersebut menjadi ciri
khas dari model pendidikan yang diterapkan pada suatu daerah.
Undang-undang
Dasar 1945 memberikan amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk
mencapainya pemerintah Indonesia menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional. Di Indonesia, kita mengenal ada dua sistem pendidikan, yaitu sistem
pendidikan sentralistik, yang diterjemahkan dalam kurikulum pendidikan
nasional, dan sistem pendidikan desentralistik sebagai wujud dari otonomi
pendidikan. Sistem pendidikan nasional berfungsi untuk membuat standar umum
sebagai ukuran keberhasilan pendidikan dalam skala nasional. Sistem pendidikan
lokal berfungsi untuk mewadahi kebutuhan-kebutuhan daerah yang tidak tercakup
dalam kurikulum nasional, yang kemudian disebut dengan kurikulum muatan lokal
atau mulok. Mulok berisi materi-materi pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasar suatu daerah, mencakup pengembangan intelektualitas, life
skills dan kreativitas yang disesuaikan dengan kearifan lokal dan norma
yang berlaku di daerah tersebut.
Dewasa ini,
perkembangan pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, setidaknya
dalam hal kuantitas. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya APBN yang
dialokasikan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan. Anggaran pemerintah dalam
bidang pendidikan pada tahun 2012 meningkat sebesar 20,2 % total anggaran yang
dikeluarkan pemerintah pada era-era sebelumnya yang hanya 8%. Besarnya anggaran
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan bermunculannya sekolah gratis
untuk SD dan SMP sebagai penerapan wajib belajar 9 tahun, beasiswa pendidikan,
meningkatnya gaji guru dan dosen, sertifikasi guru dan dosen, dan semisalnya.
Kita patut memberi apresiasi terhadap segala usaha pemerintah untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan anak bangsa, meskipun pada
praktiknya memang masih banyak masyarakat yang belum tersentuh oleh anggaran
pendidikan yang ditetapkan pemerintah tersebut, terutama masyarakat pedesaan
yang secara geografis berada di tempat terpencil.
Data Komisi
Nasional Perlindungan Anak (KNPA) bulan Agustus 2011 menyatakan bahwa 11,7 juta
anak Indonesia belum tersentuh pendidikan. Anak-anak tersebut mayoritas berada
di daerah-daerah pelosok termasuk komunitas adat terpencil (Sirait, 2011).
Masalah umum yang terjadi di daerah-daerah tersebut adalah minimnya
fasilitas-fasilitas sekolah dan kurangnya guru yang bertugas di daerah-daerah
tersebut, dikarenakan letak geografis yang terpencil dan sarana transportasi
yang sangat minim. Hal itu pula yang menyebabkan program-program
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak berhasil dilaksanakan. Selain
komunitas adat terpencil, daerah-daerah miskin pedesaan dan kampung-kampung
masyarakat pinggiran di perkotaan juga kurang mendapat akses pendidikan yang
merata.
Kondisi
tersebut setidaknya memberikan dua dampak dalam dunia pendidikan. Pertama,
angka putus sekolah (drop out)yang setiap tahun bertambah. Kedua, angka
kenaikan penduduk yang buta huruf semakin meningkat. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sekolah-sekolah Negeri (SDN, MIN, SMPN dan MTsN) hanya terdapat di
daerah-daerah perkotaan. Jarang sekali sekolah pemerintah yang dibangun di
pelosok pedesaan, apalagi di desa-desa terpencil. Hampir mayoritas sekolah di
desa terpencil adalah atas swadaya masyarakat (sekolah swasta). Padahal, UUD
1945 mengamanatkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan
pengajaran yang layak, disamping juga subsidi pendidikan. Manajemen sekolah
yang tidak tersistem dengan baik, ditambah dengan kondisi sarana dan prasarana
sekolah yang kurang memadai serta minimnya guru negeri yang mengabdikan diri,
menyebabkan masyarakat daerah terpencil semakin tertinggal dalam dunia
pendidikan. Maka, dibutuhkan solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas
pendidikan masyarakat terpencil agar mampu bersaing secara akademis dan praktis
dengan anggota masyarakat lain.
Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun 1989, telah
mendeklarasikan hak-hak anak, dan ditegaskan bahwa semua anak berhak memperoleh
pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Deklarasi tersebut
dilanjutkan dengan The Salamanca Statement and Framework for Action on
Special Needs Education yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk
mengakomodasi semua anak termasuk anak-anak yang memiliki kelainan fisik,
intelektual, sosial, emosional, linguistik maupun kelainan lainnya.
Sekolah-sekolah juga harus memberikan layanan pendidikan untuk anak-anak yang
berkelainan maupun yang berbakat, anak-anak jalanan, pekerja anak, anak-anak
dari masyarakat terpencil atau berpindah-pindah tempat, anak-anak dari
suku-suku yang berbahasa, etnik atau budaya minoritas dan anak-anak yang rawan
termarjinalkan lainnya.
Setidaknya
terdapat beberapa alternatif solusi yang ditawarkan oleh pemerintah. Pertama,
membentuk pendidikan luar sekolah. Kedua, mengajak keluarga untuk
berpartisipasi dalam dunia pendidikan melalui model homeschooling. Dua
alternatif tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah lewat UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah dan homeschooling
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menerapkan pendidikan layanan
khusus seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang pendidikan. Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan
tidak mampu dari segi ekonomi. Masyarakat diberi hak oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal, sesuai dengan ke khasan agama, lingkungan sosial, dan budaya, untuk
kepentingan masyarakat. Tujuan dari pendidikan layanan khusus ini salah satunya
adalah melayani kebutuhan pendidikan pada masyarakat adat terpencil. Hal ini
sejalan dengan program pemerintah dalam pemerataan pendidikan. Selain itu
memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat adat terpencil dalam upaya
pengentasan kemiskinan yang disebabkan oleh berbagai hal.
Secara
lebih rinci, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 5, ayat 1 s.d. 4 telah menegaskan bahwa:
- Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
- Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
- Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
- Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Proses
pembelajaran keluarga home schooling dapat memanfaatkan fasilitas yang
ada di dunia nyata, seperti fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga
Penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial
(taman, panti asuhan, rumah sakit), maupun fasilitas bisnis (mall, pameran,
restoran, pabrik, sawah, perkebunan). Selain itu, keluarga homeschooling dapat
menggunakan guru privat, tutor, mendaftarkan anak pada kursus atau klub hobi
(komik, film, fotografi), dan sebagainya. Internet dan teknologi audio visual
yang semakin berkembang juga merupakan sarana belajar yang biasa digunakan oleh
keluarga homeschooling (Sumardiono, 2007).
Mulyadi
(2007) menambahkan bahwa homeschooling akan membelajarkan anak-anak
dengan berbagai situasi, kondisi, dan lingkungan sosial yang terus berkembang.
Orangtua seharusnya memusatkan perhatian pada anak-anak, selama mereka terjaga
dan beraktivitas, kedekatan orangtua dengan anak-anaknya dapat dijadikan cara
belajar yang efektif dan dapat dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan yang diperoleh dari fasilitas yang ada di dunia nyata.
Pada
hakekatnya, baik home schooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai
sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti
yang diharapkan. Akan tetapi, home schooling dan sekolah juga memiliki
beberapa perbedaan. Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak
didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada home
schooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang
tua. Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara
umum, sementara sistem pada home schooling disesuaikan dengan kebutuhan
anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan
seragam untuk seluruh siswa. Pada home schooling jadwal belajar fleksibel,
tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua. Pengelolaan di sekolah
terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar.
Pengelolaan pada home schooling terdesentralisasi pada keinginan
keluarga home schooling. Kurikulum dan materi ajar dipilih dan
ditentukan oleh orang tua (Simbolon, 2007).
Berbagai
latar belakang tersebut memberikan motivasi kepada penulis untuk melakukan
penelitian guna menemukan format pendidikan yang sesuai dan tepat bagi
masyarakat terpencil, dengan harapan memberikan sumbangsih pemikiran dalam
dunia pendidikan di Sulawesi Tengah.
Dalam
Penelitian ini, penulis berusaha meneliti sebuah desa terpencil Suku Laujeh
yang terletak di pegunungan Sojol Desa Bogalo Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi
Moutong Sulawesi Tengah. Masyarakat Suku Laujeh di pegunungan Sojol merupakan
masyarakat terpencil yang jauh dari perkotaan maupun desa-desa sebelahnya.
Untuk mencapai desa terdekat, diperlukan waktu satu hari perjalanan kaki. Hal
ini dikarenakan tidak adanya sarana transportasi yang mampu masuk ke daerah
tersebut selain berjalan kaki. Sarana komunikasi juga sangat minim, yang
menyebabkan penduduk desa menjadi terisolir dari perkembangan zaman. Sarana
pendidikan dan kesehatan juga sangat tidak memadai. Di desa tersebut belum ada
sekolah dan puskesmas yang dapat memberikan layanan pendidikan dan kesehatan
pada masyarakat. Sampai saat Penelitian ini dilaksanakan, belum ada seorang
guru pun yang bertugas atau ditugaskan Negara untuk memberikan pendidikan di
daerah tersebut, hanya sebagian pastor pada beberapa dekade lalu yang sempat
datang ke desa tersebut dan mengajarkan baca tulis.
B. FAKTOR PEMICU
DAN PENDUKUNG HOMESCHOOLING
Kegagalan
sekolah formal
Baik
di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam
menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi
keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan
homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.
Teori Inteligensi ganda
Salah
satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah
Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds:
The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner.
Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan
distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia.
Kemudian,
pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9
jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi
linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi ruang-visual; Inteligensi
kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi
intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori
Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi
inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu
mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan
memasung inteligensi anak.
(Buku
acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa
Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).
Sosok
homeschooling terkenal
Banyaknya
tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani
sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin
Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan
tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin
Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu,
pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal.
Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu
membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai
hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan
sebagai tempat belajar.
Tersedianya
aneka sarana
Dewasa
ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di
dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan,
museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya),
fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall,
pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan
informasi (internet dan audivisual).
C. Visi dan Misi
Visi
Sebagai lembaga pendidikan di Indonesia terbaik dalam mempersiapkan
anak didiknya menuju masa depannya yang berkualitas .
Misi
·
Mewujudkan generasi muda
Indonesia yang memiliki karakter kuat dan budi pekerti Luhur.
·
Mewujudkan generasi muda
Indonesia yang menyadari bahwa mereka memiliki keunikan dan Kelebihan didalam
potensi mereka masing-masing.
·
Mewujudkan generasi muda Indonesia
yang berjiwa leadership dan entrepreneurship
.
D. PENGAKUAN LEGALITAS HOMESCHOOLING DI INDONESIA
Legalitas
Tanggal 10 Januari 2007 yang lalu, telah ditandatangani kesepakatan kerjasama antara Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas) dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum ASAHPENA). Berikut ringkasan isi kesepakatan yang meningkatkan pengakuan dan eksistensi homeschooling di Indonesia.
Tanggal 10 Januari 2007 yang lalu, telah ditandatangani kesepakatan kerjasama antara Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas) dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum ASAHPENA). Berikut ringkasan isi kesepakatan yang meningkatkan pengakuan dan eksistensi homeschooling di Indonesia.
KESEPAKATAN KERJASAMA Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknasdan ASAHPENANomor: 02/E/TR/2007Nomor:
001/I/DK/AP/07Tanggal: 10 Januari 2007
Tentang: Pembinaan dan Penyelenggaraan Komunitas SekolahRumah sebagai Satuan Pendidikan KesetaraanTandatangan:
Ace Suryadi, Ph.D, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Departemen Pendidikan Nasinal (Depdiknas). Dr. Seto Mulyadi, Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (ASAHPENA) Tujuan:
Tentang: Pembinaan dan Penyelenggaraan Komunitas SekolahRumah sebagai Satuan Pendidikan KesetaraanTandatangan:
Ace Suryadi, Ph.D, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Departemen Pendidikan Nasinal (Depdiknas). Dr. Seto Mulyadi, Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (ASAHPENA) Tujuan:
·Meningkatkan kuantitas dan kualitas
SekolahRumah untuk memperluas akses pendidikan dasar 9 tahun
jalur pendidikan nonformal (Paket A dan Paket B);
jalur pendidikan nonformal (Paket A dan Paket B);
·Memperluas akses pendidikan menengah jalur
pendidikan nonformal melalui komunitas Sekolah rumah
dan pendidikan alternatif;
dan pendidikan alternatif;
·Meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing
penyelenggaraan sekolahrumah dan pendidikan alternatif;
·Meningkatkan kerjasama antara kedua belah
pihak serta lembaga-lembaga penyelenggara sekolah
rumah dan pendidikan alternatif yang terkait lainnya.
rumah dan pendidikan alternatif yang terkait lainnya.
Ruang Lingkup kerjasama:
·
Pendataan dan pengadministrasian sasaran
program Sekolahrumah;
·
Sosialisasi program Komunitas Sekolahrumah
sebagai satuan Pendidikan Kesetaraan;
·
Penyiapan dan pengembangan kapasitas sumber
daya manusia pendukung program Sekolahrumah;
·
Penyiapan dan pengembangan kurikulum, bahan
ajar, dan penialain hasil belajar program Sekolahrumah;
·
Bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan program Sekolahrumah
Tugas dan Tanggung Jawab Depdiknas:
·
Menyiapkan acuan, kriteria, dan prosedur yang
terkait dengan Komunitas Sekolahrumah sebagai satuan Pendidikan Kesetaraan;
·
Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi
terhadap penyelenggaraan
·
Komunitas Sekolahrumah sebagai satuan
Pendidikan Kesetaraan;
·
Memberikan pengakuan dan perlindungan
terhadap penyelenggaraan
·
Komunitas Sekolahrumah sebagai satuan
Pendidikan Kesetaraan;
·
Melaksanakan bimbingan teknis, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan untuk mengendalikan mutu Komunitas Sekolahrumah;
·
Memberikan rekomendasi/ijin keberadaan
Komunitas Sekolahrumah sesuai prosedur.
Tugas dan Tanggung Jawab AsahPena:
·Melaksanakan pendataan dan pengadministrasian
calon/peserta didik dan keluarga
enyelenggaran
Sekolah rumah;
Sekolah rumah;
·Menyiapkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
yang diperlukan;
·Menyediakan sumberdaya sarana-prasarana
pendukung pembelajaran;
·Menyelenggarakan Komunitas Sekolahrumah
sebagai satuan Pendidikan Kesetaraan sejenis;
·Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pembinaan
serta pelaporan secara berkala tentang
Komunitas
Sekolah rumah;
Sekolah rumah;
·Memfasilitasi peserta didik Komunitas
Sekolahrumah untuk dapat mengikuti Ujian Nasional
Pendidikan Kesetaraan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Ijazah Pendidikan Kesetaraan dan
diakui sebagai ijazh yang dapat digunakan untuk masuk sekolah/pendidikan formal, termasuk perguruan
tinggi negeri maupun swasta.
Pendidikan Kesetaraan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Ijazah Pendidikan Kesetaraan dan
diakui sebagai ijazh yang dapat digunakan untuk masuk sekolah/pendidikan formal, termasuk perguruan
tinggi negeri maupun swasta.
Pembiayaan:
Pembiayaan
penyelenggaraan Komunitas Sekolahrumah ditanggung
oleh masyarakat yang dikoordinasikan pihak kedua, sedangkan pihak pertama dapat memfasilitasi perluasan
akses dan peningkatan mutu sesuai denagn peraturan yang berlaku
E. RAMAH HOMESCHOOLING
Banyak orang yang salah
persepsi pada saat ini mengenai homeschooling
seperti : anak saya tidak dapat bersosialisasi ,anak saya bisa menjadi kuper ,anak saya akan berkurang EQ
nya, yach itu pendapat yang sah-sah saja
,saya hanya ingin berbagi pengalaman, masih ingat ketika internet pertamakali muncul ,banyak
sekali orang yang menentangnya seperti :
wah internet dapat membuat orang berjam2 didepan komputer pasti akan membuat orang lupa akan
bersosialisasi ,padahal setelah internet muncul sampai sekarang ini lebih banyak
manfaatnya daripada mudaratnya dan orang tetap saja bisa bersosialisasi malahan
memiliki teman dihampir setiap penjuru
bumi ini ,karena internet dapat menjangkau dengan luas ,semuanya kembali kepada orang yang
bersangkutan bagaimana dia
menfaaatkan teknologinya, Apakah
untuk hal yang negatif atau positif jadi kadang sesuatu yang baru memang
memiliki banyak tantangannya seperti dengan homeschooling padahal homeschoooling mempunyai berbagai macam tipe
pengajaran seperti komunitas atau home
visiting yang semuanya dilakukan oleh orang yang profesional seperti layaknya
guru disekolah formal dan dikomunitas sendiri adalah tempat untuk anak2 homeschooll
berkumpul dan belajar, mereka dapat bersosialisasi
satu sama lain karena ada wadahnya seperti :
RAMAH HOMESCHOOLING yang komunitasnya berada di Keparakan
Kidul MG I/1258 Yogyakarta 55152 jadi bukan berarti dengan homeschooling anak
jadi mandek dalam hal pergaulannya
malahan mereka memiliki lebih banyak waktu bersosialisasi ditempat lain untuk
menyalurkan bakat ,minat atau hoby
yang mereka dapatkan di komunitas2 seperti club musik, club olah raga ,club hoby yang sama dan
perkumpulan2 lainnya. Dan membuat anak menjadi lebih bahagia karena mereka
dapat melakukan bakat dan minat mereka
dengan lebih fokus dan hal ini menumbuhkan rasa percaya diri mereka lebih besar karena
merasa lebih bermanfaat untuk sesama,
mereka melakukan sesuatu yang mereka sukai bukannya dipaksakan untuk melakukan hal yang
mereka kurang sukai karena banyak anak
jaman sekarang merasa sekolah adalah tekanan daripada kesenangan padahal bagaimana anak
kita akan sukses dimasa depannya.
Apabila sejak dini
mereka diharuskan menguasai semua mata pelajaran padahal yang mereka sukai hanya beberapa mata
pelajaran saja dan mereka dipaksa harus
bagus disemua pelajarannya apabila ada salah satu yang jelek mereka dicap bodoh
padahal hanya satu pelajaran ,bagaimana hal
ini tidak membuat mereka tambah tertekan atau stres inilah yang menyebabkan anak
males kesekolah atau menjadi anak yang pemberontak. Karena keinginan
mereka tidak pernah didengar oleh karena itu dengan homeschoooling anak bisa
lebih diarahkan untuk mengetahui apa sebenarnya bakat dan minat mereka pribadi, agar mereka
dapat lebih mengexplorasi dirinya lebih
tajam lagi dan ini membuat mereka menjadi manusia yang unggul, mereka melakukan
sesuatu tanpa paksaan karena tidak ada satu
orang dewasa pun didunia ini suka dipaksa untuk melakukan sesuatu tanpa dari
dalam diri mereka sendiri apalagi anak2 yang juga memiliki bakat ,minat
,karateristik yang berbeda.
F. PENERIMAAN MURID BARU ATAU PINDAHAN
Gratis untuk mengetahui bakat minat
anak :
SD, SMP dan SMU
Gratis:
·
test
kemampuan dasar matematika
·
konsultasi
setiap saat
Fasilitas Komunitas Ramah
Homeschooling:
·
ruangan kelas ber ac
·
laboratorium , perpustakaan , internet
Metode pengajaran:
·
komunitas dan home visiting
·
outing class (study wisata , study tour ,
karya wisata)
·
belajar dengan hati , open mind
·
multiple intelligent , quantum teaching ,
mind mapping
Tidak ada komentar:
Posting Komentar